Janjiku Harapanku
Pagi itu di bulan mei aku merasa harus pergi. Pergi ke mana, entahlah
semuanya tidak melalui rencana yang matang dan aku memutuskan harus
pergi. Mungkin aku kecewa lantaran apa yang pernah aku harapkan tak
kunjung aku peroleh. Meninggalkan rumah adalah satu-satunya jalan yang
diambil. “Ke mana?” tanyaku dalam hati sebelum waktu itu tiba dan
mengajakku pergi. Hanya kebodohan yang terlintas dalam pikiranku saat
itu dan terus mengejekku karena sikapku yang ceroboh. Aku merasa tidak
betah dan keseharianku semua waktuku dihabiskan dengan berkumpul bersama
teman-teman yang tak ada gunanya sama sekali. Aku merindukan kesenangan
dan berkumpul bersama teman-teman adalah jalan satu-satunya. Jalan ini
memberiku kesenangan tanpa pernah menyadari bahwa jalan ini tidak selalu
memberiku kebahagiaan
Aku termasuk anak jalanan yang tak bisa diatur dan selalu membuat
keributan di jalanan dengan melanggar sejumlah aturan lalulintas.
Rumahku adalah jalanan dan pinggiran jalan adalah tempat tidurku.
Mengkhayal menjadi orang kaya dan nomor satu di tengah masyarakat adalah
bagian dari hidupku namun semuanya itu tak disertai dengan tindakan
nyata. Yang ada hanyalah kehancuran dan kemalasan selalu ku pupuk dengan
bergadang tidak jelas di pinggir jalan. Aku kehilangan masa depan dan
pendidikan sebelumnya menjadi sia-sia, dan sama sekali tak membekas
dalam otakku.
“Inikah hidupku?” tanyaku di sela kesadaran yang datang hanya
sebentar lalu pergi lagi. Aku selalu mencari kesenangan di luar rumah
tanpa mempedulikan orangtuaku yang selalu bekerja keras untuk
menghidupiku dan juga keluarga. Tak pernah peduli dengan penderitaan
mereka yang terus menggiring mereka kepada hari tua mereka. Mungkin
orangtuaku sudah kehilangan ide untuk mendidikku sehingga mereka tak
peduli lagi denganku dan aku merasa semakin senang melakukan segala
sesuatu tanpa ada beban sedikit pun meskipun itu tidak baik untuk
dilakukan bahkan merugikan orang lain.
Pakaianku kumal layaknya tak pernah mandi berminggu-minggu dan senyum
sinis kepada orang yang mencampuri urusan kehidupanku selalu melekat di
bibirku. Aku muak mendengar orang yang menasihatiku dan juga orang yang
selalu menegurku akibat tingkahku yang tidak menyenangkan mereka,
bahkan aku selalu menghindar jika melihat wajah mereka. Berpesta dengan
berbagai minuman keras adalah duniaku dan mabuk-mabukkan menjadi
kebiasaanku. Mata yang selalu memerah menjadi rambu-rambu bahwa aku
telah lelah dan telah merayakan pesta m*ras. Malam diganti menjadi siang
dan siang menjadi malam. Waktu istirahatku adalah di siang hari dan
waktu kerjaku di malam hari. Sungguh hidup yang menyedihkan. Sering kali
tak mengenakan baju sehingga kulit terlihat hitam dan keriput. Aku
menjadi tua di usia muda.
Teriakanku bersama teman-teman di siang hari atau di malam hari
menjadi bahasa isyarat bahwa kami sedang atau telah bersenang-senang
dengan m*ras atau sejenisnya. Membuat keributan dengan suara kendaraan
bermotor dan itu sering dilakukan dalam kelompok menjadi bagian atau
aturan dalam kelompok. Dan teriakan atau kutukan dari warga menjadi
harapan yang harus didengar dan juga dibalas dengan menambah aksi yang
lebih buruk lagi. Hampir semua anggota kelompok bertato.
Kata pendidikan menjadi asing bagiku dan bersenang-senang adalah kosa
kata yang paling aku suka paling aku cinta, paling aku sayangi, dan
selalu menjadi semboyan dalam kehidupanku. Kini dalam pengembaraanku aku
menjadi sadar saatnya belum terlambat untuk mengatakan bahwa pendidikan
dan belajar adalah satu-satunya jalan yang dapat memberiku kebahagiaan.
Kebahagiaan tak dapat ku raih dengan bergadang ataupun meminum minuman
keras yang akrab bersamaku sebelumnya, ternyata itu semua ku rasa
hanyalah jalan yang menuntunku menuju penderitaan. Aku memutuskan untuk
pergi lantaran keluarga tak ingin lagi melihatku. Apa pun yang terjadi
di tanah rantau bermodalkan tekad mau merubah diri, mau bangkit dari
keterpurukan semuanya menjadi baik. Bekerja dengan ulet dan rajin dapat
mendatangkan uang dan dapat membiayai kuliah sendiri. Itulah pikiran
yang pernah terlintas di pikiranku sebelum aku pergi, kuliah dan menjadi
seorang PNS yang berprestasi.
Kebiasaan buruk yang pernah terjadi dapat aku kendalikan dan semuanya
menjadi nyata ketika aku diterima lagi dalam keluarga dan menjadi orang
yang disayangi. Tidak lagi dicap sebagai anak setan, anak durhaka, atau
dikutuk agar cepat mati melainkan menjadi anak yang selalu diharapkan
untuk hadir selalu saat mereka membutuhkanku. Di sayangi saat aku
menjadi baik tidak menjadi masalah bagiku karena aku harus bisa mengakui
bahwa aku pernah disayangi sebelumnya dan aku tidak disayangi ketika
aku tidak lagi menjadi anak yang baik. Pendidikan membuat aku mampu
berpikir dan mampu mencerna setiap peristiwa hidup yang menimpaku.
Bulan mei menjadi bulan bersejarah bagiku untuk selalu mengingat
bahwa pendidikan adalah hal yang sangat penting dan selalu diingat
apabila aku tak lagi ingin belajar. Kebodohan menjadi peluang bagi orang
lain untuk meremehkan kita. Saat aku berhasil menyelesaikan
pendidikanku aku tak mengharapkan bahwa aku harus menjadi seorang PNS
tetapi aku hanya bermimpi bahwa aku bisa menciptakan sebuah lapangan
kerja bagi diriku sendiri. Aku harus bisa memanfaatkan pengetahuan dan
keterampilanku dalam menciptakan sebuah lapangan kerja. Aku bahagia, dan
harapanku jika aku sukses aku akan melanjutkan studiku, bukan lagi
malas, bukan lagi berhenti berniat untuk studi. Dan mengembangkan
keterampilan menjadi hal yang sangat penting bagiku.
Jiwaku adalah kehidupanku dan janjiku untuk sebuah keberhasilan
tarhadap jiwa adalah harapanku. Kebahagiaan memang tak dapat dinilai
seberapa jauhkah kita telah bersenang-senang melainkan seberapa besar
usaha kita untuk berhasil. Dan jangan pernah bangga terhadap setiap
kesenangan yang telah diperoleh karena ada beberapa kesenangan merupakan
cara yang terindah menuju kegagalan dan kehancuran. Salam sukses dan
raihlah pendidikan dengan usaha yang sungguh murni bukan kecurangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar