Sabtu, 05 Maret 2016

Janjiku Harapanku

   Pagi itu di bulan mei aku merasa harus pergi. Pergi ke mana, entahlah semuanya tidak melalui rencana yang matang dan aku memutuskan harus pergi. Mungkin aku kecewa lantaran apa yang pernah aku harapkan tak kunjung aku peroleh. Meninggalkan rumah adalah satu-satunya jalan yang diambil. “Ke mana?” tanyaku dalam hati sebelum waktu itu tiba dan mengajakku pergi. Hanya kebodohan yang terlintas dalam pikiranku saat itu dan terus mengejekku karena sikapku yang ceroboh. Aku merasa tidak betah dan keseharianku semua waktuku dihabiskan dengan berkumpul bersama teman-teman yang tak ada gunanya sama sekali. Aku merindukan kesenangan dan berkumpul bersama teman-teman adalah jalan satu-satunya. Jalan ini memberiku kesenangan tanpa pernah menyadari bahwa jalan ini tidak selalu memberiku kebahagiaan

Aku termasuk anak jalanan yang tak bisa diatur dan selalu membuat keributan di jalanan dengan melanggar sejumlah aturan lalulintas. Rumahku adalah jalanan dan pinggiran jalan adalah tempat tidurku. Mengkhayal menjadi orang kaya dan nomor satu di tengah masyarakat adalah bagian dari hidupku namun semuanya itu tak disertai dengan tindakan nyata. Yang ada hanyalah kehancuran dan kemalasan selalu ku pupuk dengan bergadang tidak jelas di pinggir jalan. Aku kehilangan masa depan dan pendidikan sebelumnya menjadi sia-sia, dan sama sekali tak membekas dalam otakku.

“Inikah hidupku?” tanyaku di sela kesadaran yang datang hanya sebentar lalu pergi lagi. Aku selalu mencari kesenangan di luar rumah tanpa mempedulikan orangtuaku yang selalu bekerja keras untuk menghidupiku dan juga keluarga. Tak pernah peduli dengan penderitaan mereka yang terus menggiring mereka kepada hari tua mereka. Mungkin orangtuaku sudah kehilangan ide untuk mendidikku sehingga mereka tak peduli lagi denganku dan aku merasa semakin senang melakukan segala sesuatu tanpa ada beban sedikit pun meskipun itu tidak baik untuk dilakukan bahkan merugikan orang lain.

Pakaianku kumal layaknya tak pernah mandi berminggu-minggu dan senyum sinis kepada orang yang mencampuri urusan kehidupanku selalu melekat di bibirku. Aku muak mendengar orang yang menasihatiku dan juga orang yang selalu menegurku akibat tingkahku yang tidak menyenangkan mereka, bahkan aku selalu menghindar jika melihat wajah mereka. Berpesta dengan berbagai minuman keras adalah duniaku dan mabuk-mabukkan menjadi kebiasaanku. Mata yang selalu memerah menjadi rambu-rambu bahwa aku telah lelah dan telah merayakan pesta m*ras. Malam diganti menjadi siang dan siang menjadi malam. Waktu istirahatku adalah di siang hari dan waktu kerjaku di malam hari. Sungguh hidup yang menyedihkan. Sering kali tak mengenakan baju sehingga kulit terlihat hitam dan keriput. Aku menjadi tua di usia muda.

Teriakanku bersama teman-teman di siang hari atau di malam hari menjadi bahasa isyarat bahwa kami sedang atau telah bersenang-senang dengan m*ras atau sejenisnya. Membuat keributan dengan suara kendaraan bermotor dan itu sering dilakukan dalam kelompok menjadi bagian atau aturan dalam kelompok. Dan teriakan atau kutukan dari warga menjadi harapan yang harus didengar dan juga dibalas dengan menambah aksi yang lebih buruk lagi. Hampir semua anggota kelompok bertato.

Kata pendidikan menjadi asing bagiku dan bersenang-senang adalah kosa kata yang paling aku suka paling aku cinta, paling aku sayangi, dan selalu menjadi semboyan dalam kehidupanku. Kini dalam pengembaraanku aku menjadi sadar saatnya belum terlambat untuk mengatakan bahwa pendidikan dan belajar adalah satu-satunya jalan yang dapat memberiku kebahagiaan. Kebahagiaan tak dapat ku raih dengan bergadang ataupun meminum minuman keras yang akrab bersamaku sebelumnya, ternyata itu semua ku rasa hanyalah jalan yang menuntunku menuju penderitaan. Aku memutuskan untuk pergi lantaran keluarga tak ingin lagi melihatku. Apa pun yang terjadi di tanah rantau bermodalkan tekad mau merubah diri, mau bangkit dari keterpurukan semuanya menjadi baik. Bekerja dengan ulet dan rajin dapat mendatangkan uang dan dapat membiayai kuliah sendiri. Itulah pikiran yang pernah terlintas di pikiranku sebelum aku pergi, kuliah dan menjadi seorang PNS yang berprestasi.

Kebiasaan buruk yang pernah terjadi dapat aku kendalikan dan semuanya menjadi nyata ketika aku diterima lagi dalam keluarga dan menjadi orang yang disayangi. Tidak lagi dicap sebagai anak setan, anak durhaka, atau dikutuk agar cepat mati melainkan menjadi anak yang selalu diharapkan untuk hadir selalu saat mereka membutuhkanku. Di sayangi saat aku menjadi baik tidak menjadi masalah bagiku karena aku harus bisa mengakui bahwa aku pernah disayangi sebelumnya dan aku tidak disayangi ketika aku tidak lagi menjadi anak yang baik. Pendidikan membuat aku mampu berpikir dan mampu mencerna setiap peristiwa hidup yang menimpaku.

Bulan mei menjadi bulan bersejarah bagiku untuk selalu mengingat bahwa pendidikan adalah hal yang sangat penting dan selalu diingat apabila aku tak lagi ingin belajar. Kebodohan menjadi peluang bagi orang lain untuk meremehkan kita. Saat aku berhasil menyelesaikan pendidikanku aku tak mengharapkan bahwa aku harus menjadi seorang PNS tetapi aku hanya bermimpi bahwa aku bisa menciptakan sebuah lapangan kerja bagi diriku sendiri. Aku harus bisa memanfaatkan pengetahuan dan keterampilanku dalam menciptakan sebuah lapangan kerja. Aku bahagia, dan harapanku jika aku sukses aku akan melanjutkan studiku, bukan lagi malas, bukan lagi berhenti berniat untuk studi. Dan mengembangkan keterampilan menjadi hal yang sangat penting bagiku.

Jiwaku adalah kehidupanku dan janjiku untuk sebuah keberhasilan tarhadap jiwa adalah harapanku. Kebahagiaan memang tak dapat dinilai seberapa jauhkah kita telah bersenang-senang melainkan seberapa besar usaha kita untuk berhasil. Dan jangan pernah bangga terhadap setiap kesenangan yang telah diperoleh karena ada beberapa kesenangan merupakan cara yang terindah menuju kegagalan dan kehancuran. Salam sukses dan raihlah pendidikan dengan usaha yang sungguh murni bukan kecurangan.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar