Pelangi Di Pagi Hari
Pagi indah dengan adanya pelangi menghias angkasa. Berbagai warna
tergores dengan indahnya. Warna yang berbeda, menambah nilai seni yang
melihatnya. Secara perlahan senyum sang mentari mulai nampak dari ufuk
barat, memudarkan pelangi indah yang menghangatkan jiwa.
“Kakak?” sapa adikku.
“Hmm, ada apa?” jawabku.
“Kak, kenapa Lori lahir berbeda? Lori ingin seperti mereka?” kata adikku
menunjuk anak-anak yang sedang berlarian. “Lori.. kamu pernahkan
melihat pelangi?” tanyaku lembut padanya.
“Pasti Kak, kenapa memangnya?”
“Pelangi terbuat dari berbagai warna yang berbeda, indah bukan?” tanyaku lagi.
“Pasti indah Kakak!” jawab adikku penasaran.
“Begitu pun dengan manusia, manusia diciptakan berbeda bentuk, warna
kulit, wajah, dan sebagainya, itu adalah tujuan Tuhan untuk memperindah
dunia ini, kamu mengerti maksud Kakak?” jawabku panjang lebar padanya.
“Berarti Lori memperindah dunia dong Kak walaupun Lori hanya bisa duduk di kursi roda ini?” tanya polos adikku.
“Tentu sayang, dan satu lagi, kamu tahu mengapa pelangi selalu datang sekejap?” tanyaku lagi.
“Entah Kak,”
“Karena Tuhan tidak akan membiarkan perbedaan itu bertahan lama, dan
pada waktu yang ditentukan-Nya semua perbedaan itu akan hilang, dan
semua akan sama,” jelasku lagi.
“makasih kakak, kakak udah buat Lori ngak minder lagi sekarang,” jawab adikku sambil ke luar kamarku.
Begitu kasihan hatiku melihat ia begini, bagaimana bisa dia selalu
begitu, selalu merasa terbedakan. Tak terasa raja siang kini telah duduk
di singgah sananya. Ku ajak adikku keliling komplek rumah kami, di
tengah jalan tanpa sengaja aku bertemu dengan sahabatku, yang entah
dengan siapa, sepertinya dia orang tuna netra. Sekian lama aku
berbincang dengannya, kini ku tahu siapa orang itu, dia adalah seorang
anak muda yang tak sengaja Rinda temukan di jalan, dia ingin ke rumah
saudaranya yang tak jauh dari sini. Dengan adanya anak muda itu, Lori
tak lagi minder lagi, dia sekarang sadar bukan dia saja yang berbeda,
namun banyak yang lebih parah darinya.
Senja kini telah tiba, tak terasa hampir sehari aku bermain bersama
Lori. Langkah demi langkah ku lalui, dan kini betapa sakitnya aku
mendengar ejekan mereka yang begitu kejam, dan ku lihat Lori mulai
berkaca-kaca, ku tahu mereka memang sempurna tapi ku lebih tahu adikku
jauh lebih sempurna dari mereka. Sampai rumah pun Lori langsung beranjak
ke kamar, aku yang tahu kebiasaannya pun ku biarkan saja. Nanti setelah
agak tenang ku hampiri dia.
“Sayang, kenapa menangis?” tanyaku ramah.
“Kakak, kenapa mereka selalu begitu sama Lori, sampai kapan Lori terus diejek seperti tadi?” tanyanya sambil menangis.
“Asal kamu tahu, kamu jauh lebih sempurna dibanding mereka, mereka mengejek kamu berarti mereka iri sama kamu?”
“Kenapa begitu Kak?”
“Iya, karena orang yang tidak suka dengan kita berarti dia tak mampu
seperti kita, kita umpamakan saja bulan dan matahari. Tugas mereka
sama-sama menyinari tapi matahari jauh lebih terang dari bulan,”
“Lalu Kak?”
“Lalu? Matahari tak pernah beranjak dari tempatnya, namun bulan?
bulan selalu iri dengan matahari, dia selalu mengejar matahari, walau
dia tahu dia tidak akan bisa seperti matahari,” lanjutku. “Lalu apa
hubungannya dengan Lori Kak?” katanya.
“Lori harus seperti matahari, walau bulan selalu mengejar atau mengejek
Lori, Lori nggak boleh jatuh, cahaya Lori nggak boleh redup, biarlah
mereka berkata apa, yang penting Lori tetap kuat, tetap semangat, dan
jangan buang air mata kamu hanya buat mereka,” Sergahku padanya. Malam
kini telah tiba, ku pejamkan mata ini yang telah terasa amat berat,
dalam hatiku berdoa, semoga hari esok jauh lebih baik dari hari ini, dan
semoga semua hal buruk hari ini tak akan pernah terjadi lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar